Minggu, 02 Januari 2011

Ancaman dan Tantangan Dunia Konservasi di Papua Barat

Tantangan dan ancaman kawasan konservasi di Papua Barat

I.Sosial ekonomi masyarakat
Sosial masyarakat Papua Barat – Papua sangatlah berbeda dan terlihat memiliki nilai kebudayaan lokal yang sangat unik. Papua Barat – Papua mempunyai sekitar 200 lebih suku / marga dengan bahasa dan adat yang berbeda – beda. Di antara suku-suku itu mendiami wilayah Provinsi Papua Barat tercatat ada sekitar 67 suku. Suku-suku itu adalah Suku Matbat, Biga, Seget, Duriankere, Ma’ya, Maden, Biak, Kawe, Wauyai, Legenyem, Waigeo, Moi, As, Moraid, Abun, Karon Dori, Mpur, Meyah, Hatam, Manikion, Wandamen, Arandai, Moskona, Kaburi, Kais, Mai Brat, Tehit, Kalabra, Konda, Yahadian, Suabo, Puragi, Kokoda, Kemberano, Tanahmerah, Erokwanas, Bedoanas, Arguni, Sekar, Onin, Iha, Baham, Karas, Uruangnirin, Mor, Irarutu, Kuri, Mairasi, Buruai, Kamberau, Kowiai, Semimi, Mer, Kamoro, Ekari, Tunggare, Iresim, Yaur, Yeretuar, Tandia, Roon, Dusner, Meoswar, Ansus, Woi, Pom, dan Mapia. Kondisi ini ternyata telah memberikan dampak terhadap segi kehidupan dan pembangunan di wilayah Papua Barat. Hal tersebut harus disikapi secara positif, bijak dan kooperatif.
Menurut catatan profil Papua Barat di website, tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan kategori dari BPS di Provinsi Papua Barat masih cukup rendah. Keluarga yang masih ada pada tahap Pra Sejahtera hampir mencapai separuh keluarga yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu 39,19% atau sebanyak 46.380 KK. Sedangkan untuk Keluarga Sejahtera III dan III plus hanya 7,66%. Berdasarkan data yang diperoleh tahun 2006, struktur penduduk Provinsi Papua Barat didominasi oleh penduduk usia sedang (15-64 tahun) yaitu sebesar 60,87% diikuti oleh penduduk usia muda (0-15 tahun) sebesar 36,9% dan penduduk usia tua (> 64 tahun) sebesar 1,2%. Dominasi jumlah penduduk produktif ini semestinya menjadikan potensi sumber daya manusia yang bisa mendukung dalam kegiatan yang ada di Papua Barat.
Keadaan masyarakat awam yang sebagian masih membutuhkan dorongan dari segi ketrampilan, pendidikan dan pengetahuan menjadi tugas bersama, baik pemerintah maupun masyarakat setempat sendiri. Sehingga kedepan secara langsung masyarakat dengan dukungan pemerintah bisa berperan aktif secara mandiri dalam melakukan kegiatan pengelolaan KKH dan KKP secara sinkron.



II. Kepungan Investasi di Papua Barat
Investasi merupakan sesuatu yang sangat menggiurkan bila dilihat dari segi finansial. Lapangan kerja baru terbuka, menambah pendapatan daerah yang bersangkutan, dan memberikan peluang daerah setempat untuk mengembangkan sarana prasarana (infrastruktur). Papua Barat mempunyai kekayaan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Mulai dari kayu, timah, batu bara, nikel, pasir, minyak & gas, dan emas. Ketika kayu sudah mulai memberikan keuntungan finansial yang semakin menurun, maka banyak perusahaan swasta yang melirik bidang tambang yang lain. Saat ini Papua Barat telah marak dijadikan lokasi kegiatan penelitian dan uji potensi tambang migas di daerah perairan, mulai dari kepulauan raja ampat hingga perairan kaimana. Kegiatan tersebut telah nyata menyebabkan kerusakan ekosistem perairan. Kegiatan pengambilan data tersebut biasanya dilakukan menggunakan kapal yang dilengkapi kabel data dan bahan peledak untuk sarana pengambilan data potensi tambang dengan cara meledakkan dasaran perairan yang ditaksir terdapat potensi tambang tersebut. Getaran hasil ledakan itulah yang memberikan informasi apakah potensi tambang di lokasi itu besar atau tidak. Hal tersebut menyebabkan kerusakan yang sangat kronis, karena membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan kondisi ekosistem seperti semula.
Selain itu, “Tekanan dan ancaman bagi keanekaragaman hayati di Papua meningkat sejalan dengan keberadaan Papua sebagai target para investor untuk industri-industri perkebunan-kehutanan berskala besar. Ditambah lagi dengan permintaan peembangunan infrastruktur yang juga meningkat,” kata Abraham. O. Atururi Gubernur Papua Barat di Konferensi Internasional tentang Keanekaragaman Hayati pada November 2009 di Papua.
Papua Barat sarat akan ancaman bagi kawasan konservasi. (lampiran gb.1(Aninomous, 2010) peta persebaran izin konsesi pertambangan di Papua – Papua Barat.)



Kawasan Konservasi mendapat ancaman yang luar biasa berat. Seandainya kedepan perusahaan – perusahaan yang telah mempunyai kawasan konsesi tersebut mulai beroperasi secara maksimal yang didukung dari segi legalitas yang kuat, maka hal itu merupakan awal titik kehancuran kawasan konservasi di Papua – Papua Barat. Oleh karena itu perlu adanya dukungan dan komitmen yang kuat pada setiap stakeholders yang terkait, untuk mengkaji dan mempertimbangkan kembali terkait dengan dampak yang akan muncul akibat kegiatan pertambangan tersebut kedepan.
Kita semua mengemban tanggung jawab berat terhadap keberlanjutan dan apa yang terjadi terhadap pembangunan wilayah Papua Barat kedepan, termasuk keberlangsungan kegiatan konservasi dalam upaya melestarikan lingkungan dan ekosistemnya. Salah satu upaya yang harus kita persiapkan sekarang sebelum terlambat adalah memberikan informasi hasil analisis mengenai ancaman dan dampak kerusakan lingkungan kedepan kepada masyarakat, pemerintah, pihak swasta dan pihak terkait lainnya, baik dari segi ekonomis, sosial, budaya dan lingkungan. Disamping itu terobosan – terobosan baru yang menggebrak dan logis dapat dilaksanakan harus dipertimbangkan dan difikirkan secara bersama - sama. Hal yang tentunya menjadi dasar adalah dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar yang bisa mendukung pembangunan kawasan konservasi. Karena masyarakat merupakan dukungan yang sangat urgent bagi pembangunan kawasan konservasi kedepan.
Izin konsesi pertambangan ini ternyata masih menjadi “PR” bersama. Izin konsesi pertambangan di Papua Barat ternyata masih mengalami tumpang tindih kawasan. Sarat akan kawasan konsesi pertambangan telah memberikan dampak buruk bagi kelangsungan kedepan terhadap terjaganya ekosistem dan lingkungan di lingkup Papua-Papua Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar